Minggu, 16 Maret 2014

Motif batik khas Yogyakarta

Sejarah Motif batik khas Yogyakarta

  • Kesenian Batik merupakan kesenian tradisional yang sudah ada di tanah Jawa sejak beberapa abad yang lalu. Perkembangan batik pun dimulai di Jawa Tengah, dan batik Yogyakarta merupakan salah satu kepingan dari perkembangan batik yang ada pada saat ini.
  • Perjalanan Batik Yogyakarta tidak bisa lepas dari perjanjian Giyanti pada tahun 1755. Begitu terjadi perpecahan pada kerajaan Mataram, dan berdirinya Keraton Ngayogyakarta Hardiningrat. Busana dari Kerajaan Mataram dibawa dari Surakarta ke Ngayogyakarta, maka Sri Susuhunan Pakubuwono II merancang busana baru yang menjadi pakaian adat Keraton Surakarta yang berbeda dengan busana Ngayogyakarta.
  • Perundingan itu berlangsung di desa Giyanti, yang hasilnya antara lain :
  • Daerah atau wilayah Mataram dibagi menjadi dua, satu bagian dibawah kekuasaan Sri Paku Buwono II di Surakarta Hardiningrat, dan sebagian lagi bi bawah kekuasaan Kanjeng Pangeran Mangkubumi yang setelah dinobatkan sebagai raja bergelarNgersa Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Sultan Hamengku Buwono Senopati Ing Ngalogo Ngabdul Rachman Sayidin Panatagama Kalifatullah Ingkang Jumeneng Kaping I, yang kemudian keratonnya dinamakan Ngayogyakarta Hardiningrat.
  • Semua pusakan dan benda-benda keraton juga dibagi dua. Busana Mataram di bawa ke Yogyakarta, karena Kanjeng Pangeran Mangkubumi yang berkehendak melestarikannya. Oleh karena itu Surakarta dibawah kekuasaan Sri Paduka Susuhunan Paku Buwono III merancang tata busana baru dan berhasil membuat busana adat Keraton Surakarta seperti yang kita lihat sampai sekarang ini.


Sabtu, 08 Februari 2014

CORAK BATIK

Jenis Corak Batik Berdasarkan Asalnya

Batik Hokokai
Kata Hokokai berasal dari bahasa Jepang. Motif Hokokai didisain ketika Jepang menguasai Indonesia pada tahun 1940-an. Pada masa penjajahan Jepang di pesisir Utara Jawa lahir ragam batik tulis yang disebut batik Hokokai. Motif dominan adalah bunga seperti bunga sakura dan krisan. Hampir semua batik Jawa Hokokai memakai latar belakang (isen-isen) yang sangat detail seperti motif parang dan kawung di bagian tengah dan tepiannya masih diisi lagi, misalnya motif bunga padi.
Kawung
Motif Kawung berpola bulatan mirip buah Kawung (sejenis kelapa atau kadang juga dianggap sebagai buah kolang-kaling) yang ditata rapi secara geometris. Kadang, motif ini juga diinterpretasikan sebagai gambar bunga lotus (teratai) dengan empat lembar daun bunga yang merekah.Lotus adalah bunga yang melambangkan umur panjang dan kesucian. Biasanya motif-motif Kawung diberi nama berdasarkan besar-kecilnya bentuk bulat-lonjong yang terdapat dalam suatu motif tertentu. Misalnya : Kawung Picis adalah motif kawung yang tersusun oleh bentuk bulatan yang kecil.


 Picis adalah mata uang senilai sepuluh senyang bentuknya kecil. Sedangkan Kawung Bribil adalah motif-motif kawung yang tersusun oleh bentuk yang lebih besar daripada kawung Picis. Hal ini sesuai dengan nama bribil, mata uang yang bentuknya lebih besar daripada picis dan bernilai setengah sen. Sedangkan kawung yang bentuknya bulat-lonjong lebih besar daripada Kawung Bribil disebut Kawung Sen.
Setelah Perang Dunia II usai, Jepang takluk dan angkat kaki dari Indonesia.
  Batik sebagai industri mengalami masa surut. Namun, motif-motif batik terus berkembang, mengikuti suasana. Ketika itu juga muncul istilah seperti batik nasional dan batik Jawa baru. Batik Jawa baru bisa disebut sebagai evolusi dari batik Hokokai. Pada tahun 1950-an batik yang dihasilkan masih menunjukkan pengaruh batik Hokokai yaitu dalam pemilihan motif, tetapi isen-isen-nya tidak serapat batik Hokokai.
Batik Pekalongan